Thursday, May 11, 2017

Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 5)

Bencana Turkish Breakfast. Wah, ada apa nih? Yap, kami sampai di Goreme sekitar jam 8 pagi, setelah ganti baju dan bersih2 di toilet seharga 1 TL kami pun cari makan. Sebagai budget traveler saya sangat memperhatikan biaya donk ya, dicarilah yang paling murah yaitu omelet seharga 13 TL (telor doank bro seharga hampir 50 rebu!). Di setiap tempat makan di Turki, roti adalah pelengkap dan itu biasanya gratis, makanya kami pesen telur aja saat itu ngerasa cukup *padahal terpaksa*. Lah tapi si waiter bawain segala macam “pelengkap” lainnya nih, pikir kami saat itu “woww banyak banget pelengkapnya, jadi ga nyesel nih pesen omelet doank”. Waktu itu ada madu, strowberry, irisan daging, berbagai sayuran, keju, yogurt, itu yang saya inget.
source: http://bit.ly/2pliznN
Selesai makan waktu minta bill kami berdua kaget, lah kok 75 TL? Ternyata itu bukan pelengkap gratis seperti roti, jadi modelnya kaya rumah makan padang gitu, yang disajikan semua dan kita harus bayar apa yang kita ambil. Usut punya usut ternyata itu adalah paket lengkap Turkish Breakfast. Setelah dikonvert ke rupiah trus saya mikir, itu adalah sarapan paling mahal seumur hidup saya, 270 ribu berdua coy! Kami pun memberikan lembar demi lembar uang lira kami sambil menatap nanar si waiter. Anyway, saya gak suka banget yoghurt Turki, rasanya kaya susu basi :(
tampang before-after kejebak turkish breakfast
Selesai makan kami ketemu sama host kami di Cappadocia, namanya Cihan, tapi karna huruf “c” di Turki dibaca “j”, jadi ya dipanggilanya “Jihan”, and yes, itu nama umum buat cowok2 di sana, dan gak ada tambahan Fahira dibelakangnya, ntar Primus nongol *ketauan generasinya. Cihan ini adalah tour guide di sini, jadi selain numpang tidur di rumahnya kami ikutan tour dia juga, tentu bayar secara profesional ya. Harga Green Tour saat itu 110 TL, kami ke 4 tujuan yaitu Derinkuyu Underground City, Ihlara Valley, Selime Monastery, Pigeon Valley.
pintu masuk Derinkuyu Underground City
Underground City, seperti namanya, ini bisa dibilang sebuah kota yang ada di bawah tanah. Dibuat oleh orang2 Yunani yang menghindari bangsa Romawi karna mereka memeluk agama Nasrani. Saat itu Romawi masih menganut Paganisme, dan ajaran Kristen dianggap ancaman bagi mereka, jadilah orang Kristen dikejar2 untuk dibunuh. Suhu dibawah sini dingin sekali, dan saat itu mereka menggunakan kulit binatang untuk membuatnya hangat. Ada banyak ruangan dan gereja juga di bawah sini, meski sudah lebih dari 1000 tahun tapi masih terpelihara, keren lah pokoknya.


Perjalanan kami lanjutkan ke Ihlara Valley, ini adalah tempat favorit saya di Cappadocia, like a paradise *lebay. Sebuah lembah yang sangat indah dikelilingi oleh tebing tinggi, ada sungai mengalir di sebelah jalan setapak yang kami lewati, pepohonan yang masih dalam kondisi meranggas karna musim dingin, suara burung yang bersahutan, pokoknya peaceful banget lah ini tempat. Di sini tidak ada orang lokal yang tinggal, jadi memang khusus buat wisata saja. Musim terbaik untuk ke sini adalah musim panas karna didominasi oleh warna hijau pepohonan dan bunga-bunga. Saat kami ke sana meski sudah masuk musim semi tapi masih banyak pohon yang belum hijau kembali karna suhunya masih dingin. Nah, gak enaknya ikut tour adalah harus serba cepat, jadi ya sayang aja pemandangan sebagus ini hanya bisa dinikmatin sebentar aja.







Selime Monastery, komplek gereja, chapel, katedral, dan sekolah buat para calon pastur. Cappadocia ini menarik, dulu tempat ini dihuni oleh orang2 Yunani yang memeluk agama Kristen, tapi sejak Turki menjadi Republik ada kesepakatan antara pemerintah Yunani dan Turki untuk tukar penduduk. Penduduk Yunani yang ada di Turki pindah ke Yunani, begitu juga sebaliknya. Karena itulah semua tempat ibadah yang ada di Cappadocia ini sudah tidak lagi digunakan, tapi tetap dijaga dan dipelihara dengan baik untuk kepentingan wisata. Bukan hanya tempat ibadah, tempat tinggal penduduk yang ada di gua batu pun hampir semua sudah berubah jadi hotel.







Terakhir kami ke Pigeon Valley, kirain ada apa, ternyata kami hanya melihat dari atas sebuah lembah dibawah kami. Kenapa namanya Pigeon? Karena di sini banyak burung dara, gak sampe 30 menit juga kami di sini. Setelahnya dibawa ke tempat oleh2 Turkish Delight, sama toko perhiasan khas dari Cappadocia. Yah namanya juga ikut tur ya, pasti lah diajak ke tempat beli oleh2. Tentu lebih enak ke tempat2 ini sendiri, tapi sayangnya tidak ada transportasi umum menuju tempat ini, jadi pilihannya ya rental mobil sendiri, hitchhiking, atau jalan kaki. Lah tapi kalau jalan kaki baru sampe esok harinya kali ya, karna jarak Goreme-Ihlara Valley itu sejauh 83 km, kalau naik mobil 1 jam-an lah, sedangkan ke Derinkuyu itu jaraknya 37 km. Jadi bisa dibilang buat solo traveler, atau yang cuma berdua, paling pas ya ikut tour lah, dapet makan siang gratis pula.



Green tour ini dari jam 9.30 sampai jam 6 sore, setelahnya kita bisa hunting sunset sendiri, karna sunset saat kami disini sekitar jam 7.50-an malam. Sunset yang saya lihat saat itu adalah salah 1 sunset paling keren. Dari atas bukit kami melihat berbagai rumah batu yang menjulang dengan berbagai bentuknya yang eksotis, dan matahari yang terbenam di balik bukit di depan kami sukses membuat siluet yang sempurna.

Puas menikmati sunset, kami dijemput Cihan dengan mobilnya untuk sama2 ke rumahnya, dannnnn, saat itulah dia kasih kabar buruk bahwa esok subuh kami tidak bisa naik balon udara karna cuaca yang gak baik, windy katanya. Hal tersebut membuat kami harus extend 1 malam lagi untuk mencoba peruntungan demi naik balon udara, yang ternyata meski sudah extend 1 malem kami masih belum cukup beruntung karna cuaca malah makin buruk.

There is always the 1st time for everything katanya, dan ini adalah pengalaman pertama saya nginep di rumah orang yang sama sekali asing, menggunakan couchsurfing. Cihan ini host yang sangat amat rapi dan bersih rumahnya, bahkan sampe toiletnya pun bersih dan rapi luar biasa, baru kali ini saya lihat tempat tinggal anak bujang serapi dan sebersih ini. Sebenernya tergoda buat foto toiletnya tapi ga jadi karna ngerasa itu privasi mereka. Mulai dari hair dryer sampe segala sabun, sunblock, cream, lengkap banget ada di toilet. Jadi ngerti kenapa cewek dan cowok turki terlihat modis banget, ya karna mereka sangat memperhatikan penampilan, hair dryer adalah barang wajib di tiap kamar mandi dan itu bukan untuk wanita saja lho ya.

Setelah asik ngobrol tentang banyak hal sama Cihan dan flatmate nya, Umit yang suka banget ngobrol politik, kami pun istirahat dalam damai. Persiapan esok harinya karna kami akan jalan kaki nonstop melewati berbagai lembah dan bebatuan eksotis di sepanjang Rose Valley dan Love Valley.

Wednesday, May 10, 2017

Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 4)


Hari kedua petualangan di Turki dijadwalkan ke museum Hagia sophia dengan tiket sebesar 40 TL. Saat kami di sana, 1 TL = 3.615 rupiah, berarti tiketnya sekitar 145 ribu lah. Mahal? Buat orang Indonesia kayanya memang mahal ya untuk masuk museum harus bayar segitu. Seinget saya museum paling mahal yang pernah saya datangin adalah Museum Rahmat Shah di Medan dengan tiket masuk 30 ribuan, sedangkan di Turki ini adalah harga normal untuk tiket museum. Setiap tempat wisata di Turki bisa dibilang dikelola dengan sangat baik, mungkin karna itu juga kali jadi tiketnya lumayan mahal. Keamanan disini juga tinggi, seperti di bandara, barang bawaan harus discreening dulu sebelum masuk museum2 ini.
 

Hagia Sophia, sebuah tempat yang sangat penuh sejarah sejak kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi adalah kerajaan terbesar pada zamannya, namun sejak ajaran Kristen mulai menyebar di daratan Eropa sana kekaisaran tersebut terpecah menjadi 2, yaitu Timur yang kemudian dikenal dengan nama Kekaisaran Bizantium dan ibu kotanya di Konstantinopel dan di Barat yaitu di Vatikan. Hagia Sophia ini harta paling berharga bagi kekaisaran Bizantium saat itu sebagai katedral terbesar pada zamannya, bangunannya megah dan sangat cantik. Saat Konstantinopel ditaklukkan oleh Sultan Mehmet 2, maka Hagia Sophia dialihfungsikan menjadi masjid.
 


Sebelum kita antri tiket, biasanya akan ada tour guide yang nyamperin kita untuk menawarkan jasanya dengan membayar sekian lira. Berhubung saya udah hapal diluar kepala tentang sejarah ini museum *dan sebenernya alasan budget juga sih* maka kami tolak dengan halus si mbak2 canitk. Dari pintu masuk sudah banyak keterangan dan cerita2 dibalik Hagia Sophia yang ditempel di tembok, sangat informatif. Namun sayang, saat kami di sana sedang ada renovasi, jadi kemegahan Hagia Sophia dari dalam agak berkurang sedikit karna setengahnya sedang dalam renovasi. Bahkan Basilica Cistern, Topkapi Palace dan banyak masjid disini pun sedang dalam renovasi, agak kecewa sih, bukan karna renovasinya tapi karna harga tiketnya gak dikurangin meski sebagian sedang direnovasi. Meski sedang direnovasi sekalipun, kemegahan Hagia Sophia masih tetap paripurna di mata saya.

Sejak Turki berubah menjadi Republik tahun 1923 Hagia Sophia beralih fungsi lagi, kali ini menjadi museum. Gambar-gambar Bunda Maria, Jesus, Angels, yang sebelumnya ditutup pada zaman Ottoman, kembali dibuka untuk diperlihatkan kepada para pengunjung tentang sejarah bangunan ini. Puas menikmati kemegahan interior Hagia Sophia kami santai sejenak di taman kompleks bangunan ini. Lagi asik santai tiba2 saya dengar suara azan dari Hagia Sophia, hmmm,, kok aneh? Setau saya Hagia Sophia ini murni jadi museum, sejak kapan ada azan disini? Setelah browsing, ternyata baru tau kalau sejak tahun lalu azan kembali dikumandangkan di Hagia Sophia. Meski hanya azan, tapi keputusan ini dianggap sangat kontroversial oleh masyarakat sekuler Turki dan internasional.
 

Perjalanan kami lanjutkan ke Topkapi Palace, niatnya mau masuk karna dikira harga tiket 20 TL, ternyata 40 TL, sedangkan waktu itu sudah sore. Menjelajahi Topkapi Palace minimal 3 jam lah kalau mau masuk ke semua ruangannya, jadi daripada rugi kami memutuskan untuk mengunjunginya lain waktu. Berikutnya kami ke grand bazaar untuk liat2 souvenir. Bagi kalian yang mau belanja di Grand Bazaar mending pikir 2x, karena ada tempat yang lebih murah dibanding di sini, namanya Misir Casisi alias Spice Market. Di sana gak kalah lengkap kok, dan harganya jauh lebih murah karna itu adalah tempat belanjar orang lokal juga. Semakin murah lagi kalau tokonya ada di luar bangunan utama, dijamin bakal puas belanja di sini. Sayangnya, fakta ini baru saya ketahui setelah saya balik ke Istanbul sebelum saya pulang ke Jakarta, jadi temen saya Malik gak sempat belanja di tempat murah ini, hehe.
Gulhane Park, taman bunga sejak zaman kesultanan Ottoman

Puas window shopping di Grand Bazaar kami jalan ke Sirkeci, kawasan pinggir laut yang asik untuk bersantai. Maksudnya si mau menghabiskan waktu sambil nunggu bus malem ke Cappadocia. Ternyata, lagi2 saya baru sadar ternyata ada tempat nongkrong yang lebih asik yaitu di Gulhane Park, taman bunga yang penuh tulip di bulan April, ataupun kalau mau naik Ferry ke bagian Asia Istanbul itu juga gampang banget. Jadi buat pelajaran nih buat teman2 yang mau ke Istanbul;
1. Tempat asik buat santai2: Gulhane Park, lokasinya dekat Topkapi Palace
2. Tempat belanja murah: Misir Casisi
3. Tempat tukar dolar rate bagus: Aksaray
4. Tempat liat sunset paling oke: Uskudar
5. Tempat terbaik di Istanbul: komplek Sultan Ahmet

Itu semua pendapat pribadi ya. Bicara tentang sunset, dulu saya kira untuk nyebrang ke bagian Asia itu ribet, ternyata gampang banget bukan maen! Dari Topkapi Palace tinggal jalan ke Eminonu, ini adalah pelabuhannya, terus cari tulisan “Uskudar”, dan untuk naik Ferry ternyata bisa menggunakan Istanbul Kart, praktis banget. Perjalanan ke Uskudar hanya 20 menit, dengan perjalanan laut yang dijamin gak akan terlupakan. Melewati selat Bosporus yang biru, ditemani burung2 camar yang terbang bebas, pemandangan Istanbul dengan bukit2 dan menara2 masjidnya yang cantik banget, serius, ini adalah bagian favorit saya ketika di Istanbul.
taman depan Topkapi Palace, tempat bersantai kami sambil liatin orang pacaran, hahaha

Selesai bersantai di Sirkeci, kami balik ke guesthouse kami untuk ambil tas dan bersiap ke Cappadocia. Sempet lari2 takut ketinggalan bus, akhirnya kami mengakhiri hari kedua ini dengan istirahat di bus malam menuju Goreme, tempat bertualang kami berikutnya. Ada apa di Goreme? Balon udara!!

Bicara tentang bus ke Goreme, semua bus pasti berangkat dari Otogar (terminal). Harga tiket ke Cappadocia dari Istanbul saat itu 80 TL menggunakan bus “Oncu”. Sebenernya bus yang umum digunakan adalah Metro, Kamil Koc, Pamukkale, sedangkan Oncu ini adalah bus tua, makanya fasilitasnya yang paling rendah diantara 3 bus itu. Bus Pamukkale paling oke, paling mahal juga. Metro paling gak banget, staffnya rude dan gak sabaran. Kamil Koc juga ada pengalaman gak asik, karna saat di Izmir saya gak boleh titip tas carrier saya di kantornya. Setelah tanya temen2 Turki, bus yang paling oke adalah Nilufer, tapi saya belum sempet coba sih. Tapi ada kesamaan dari 4 armada bus yang saya tumpangi; ada snack (biskuit) dan minum (teh, kopi, soft drink) gratis sebanyak 1-3x (tergantung jauhnya perjalanan), ada tv dan tempat buat charge hp, kelemahannya satu aja kok,  film2nya semua didubbing pake bahasa Turki, hahaha ojaaaaaannnnn.
anak kecil yang nyamperin kami saat lagi santai di Sirkeci, matanya abu2 dan cengirannya bikin gemes banget


Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 3)

Setelah menghabiskan 2 hari perjalanan ternyata badan menuntut haknya dan kami baru bangun jam 10 pagi. Niat awalnya mau sholat jumat di Blue Mosque, tapi jadinya tujuan pertama kami malah mall. Mall of Istanbul, hanya 15 menit jalan kaki dari tempat kami. Setelah dari mall, beli segala keperluan termasuk beras dan alat mandi, dilanjut makan siang dan leyeh2, kami meluncur ke Blue Mosque. Tempat kami menginap ini 1 jam dari kawasan Blue Mosque jika menggunakan transportasi umum.

Cara ke Blue Mosque paling gampang adalah naik tram, turun di Sultan Ahmet Istasyonu. Nah, selama di Istanbul kami mengandalkan google maps. Hebatnya di google maps ini lengkap banget informasinya, kita bukan cuma tau arah ke tujuan tapi juga dikasih tau transportasi umum yang perlu kita gunakan, sampai nomor bus dan berapa jumlah halte/stasiun yang akan dilewati semua sudah ada di situ. Saya norak gitu awal2, sangat membantu lah google maps ini. Senjata kedua saya adalah karna orang Turki mayoritas ga bisa bahasa Inggris, saya download app translator dari English ke Turkish, bukan hanya perkata, aplikasi ini bisa menerjemahkan kalimat ataupun paragraf penuh. Jadi saya tinggal tunjukin hp saya ketika nanya sesuatu ke orang Turki, dikombinasikan dengan bahasa tarzan alias isyarat gerakan tubuh. All hail to the inventor!

Blue Mosque ada di 1 kawasan dengan Hagia Sophia, dengan taman yang ditumbuhi berbagai bunga tulip, air mancur, rumput yang terpelihara, burung camar dan burung dara yang beterbangan, alunan musik khas Turki, saya hanya bisa bilang terlalu banyak kecantikan dalam satu lokasi ini. Duduk santai disini seharian pun saya tidak akan bosan. Ternyata Blue Mosque dinamakan demikian karna keramik yang ada di dalam masjid ini didominasi oleh warna biru. Masjid ini dikunjungi bukan hanya oleh orang yang ingin sholat tapi juga wisatawan. Tentu harus menggunakan pakaian sopan kalau mau masuk ke sini. Petugas sigap menyediakan pashmina/scarf untuk wanita menutupi rambutnya, dan ada gamis juga.
 

Ada beberapa yang khas bagi muslim Turki; saat sholat jamaah yang bacaan imam dikeraskan, mereka tidak bersuara keras saat bilang “amiiinn”; mereka selalu pakai kaos kaki, saat saya gak pakai kaos kaki sendiri di barisan makmum malah jadi merasa aneh, jadilah mereka selalu bawa tisu untuk digunakan melap kakinya sehabis wudu; tasbih jadi barang umum buat kaum pria di Turki. Tidak jarang kita lihat mereka pegang tasbih di luar masjid, awalnya saya kira buat zikiran, ternyata banyak juga yang menggunakannya untuk mainan saja, jadi bisa dibilang tasbih di sana bukan simbol agama., seperti jilbab. Jilbab disana bagi kaum sekular adalah pakaian orang tua, jadi tidak ada hubungannya dengan agama.

Puas mengitari blue mosque, dan foto2 juga tentunya, kami lanjut ke Hagia Sophia yang ternyata sudah tutup. Akhirnya kami hanya duduk2 saja disitu menikmati momen sambil memperhatikan orang lalu lalang. Oiya, orang2 Turki ini menurut saya sebenarnya sangat helpful lho, apalagi kalau tau kita dari Indonesia. Saat di jalan dekat Blue Mosque kami mau beli istanbul kart yang bisa diisi ulang, melihat gelagat kami yang kebingungan tiba2 ada orang Turki nyamperin kami dan menawarkan bantuan. Bukan hanya 1 orang, tapi ada orang lain juga yang ikut membantu kami beli istanbul kart di mesin khusus. Bapak ini juga yang menyarankan kami untuk beli tiket ke Cappadocia hari itu juga untuk keberangkatan esok, karna kalau beli di hari yang sama kemungkinan besar tiketnya sudah habis. Saat kami beli tiket bus ke Cappadocia di kantor travel, ternyata yang punya travel ini nikah sama orang Indonesia dari Palembang. Jadilah kami ngobrol2 lama disana.

Tapi ya meskipun banyak orang baik, tetap kita harus waspada juga sih. Kami juga sempat disapa oleh orang yang tiba2 menyapa saya, pemuda asal Qatar yang lagi liburan di Turki. Kami bicara sepanjang jalan, asik si orangnya, tapi kemudian dia ngajak kami ke tempat asik katanya untuk liat belly dance dan minum2 sambil liat sunset, hhmmm, terdengar sangat menarik bagi doi tapi saya sendiri ga tertarik. Tapi karna ga enak nolak saya bilang aja saya ditungguin temen jadi ga bisa ikut dia. Usut punya usut, setelah saya ceritain ke teman Filipina di guest house kami, bisa jadi itu orang jahat. Pernah ada kejadian sejenis, dan ketika kita mengikuti ajakannya nanti ditempat itu kita bakal dirampok, duh, serem juga. Dalam 1 hari kami mengalami 2x kejadian serupa, di lokasi yang berdekatan, tentu dengan orang yang berbeda. Jadi, ada baiknya hati2 juga ya sama tawaran orang yang terlalu baik, apalagi kalau lagi solo traveling.

Di sepanjang jalan komplek Sultan Ahmet ini memang tempatnya para turis, karena dekat dengan Blue Mosque, Hagia Sophia, dan Grand Bazaar. Saran saya kalau mau tukar uang dolar ke lira jangan di sini, karna ratenya ya gak gitu bagus. Selama saya di Turki rate paling bagus saya temukan waktu kami di Cappadocia, untuk harga pashmina juga lebih murah di Cappadocia. Di Istanbul sendiri tempat untuk menukar uang yang ratenya bagus di Aksaray, tapi bukan dekat stasiun metro, harus jalan kaki dulu sekitar 5-10 menit, baru nemu tempat itu.

Tujuan kami berikutnya adalah ketemuan sama Emre, orang Turki yang merupakan teman dari manajer saya, yang bantu penginapan kami selama di Istanbul. Karena doi pengen banget ngajak kami dinner, akhirnya kami baru bisa ketemu setelah sholat maghrib, yaitu jam 8 malem. Kami janjian ketemu di Suleymaniye Mosque, yang sepi dan spooky banget karna udah ga ada turis yang dateng semalem itu ke masjid. Selesai sholat kami lanjut ke kafe yang pemandangannya oke banget, yaitu golden horn di sebelah kanan, dan Suleymaniye Mosque sebelah kiri. Suleymaniye di malam hari dari ketinggian terlihat cantik banget. Tapi karna di kafe ini ga sedia makanan berat kami pun pindah ke tempat makan lainnya. Tak lupa foto bareng Emre dan teman-temannya.


Makanan khas Turki adalah kebab, roti dan salad dengan campuran olive oil adalah menu wajib ibarat lalapan kalau di rumah makan sunda. Menu lengkapnya biasanya gini; appetizer: soup dan roti, habiskan dulu baru masuk ke main course: segala jenis daging, roti atau nasi (optional), plus salad tapi gak pakai mayonais melainkan olive oil; desert: lupa namanya, sesuatu yang manis lah, tapi bukan es krim. Minuman khas Turki adalah teh, dalam bahasa Turki “cay”, pertama kali denger saya langsung bilang “oww, it’s like sundanese, cai in sunda means water, in Turkish it’s a tea”, padahal pelafalannya beda, yang sunda “ca-i” yang turki “cay” seperti cap cay. Mereka jarang minum kopi tapi bukan berarti tidak suka. Cara mereka menyajikan kopi juga unik, yaitu dengan merebus si bubuk kopi dengan air dan gula secara bersamaan dalam 1 wadah kecil, tapi gula itu opsional sih, lebih banyak justru yang gak pakai gula.


*contoh salad turki dan main coursenya tapi versi sederhana


Emre dan temannya bisa dibilang grup religius, hah maksudnya gimana?? Jadi di Turki itu bisa dibilang ada 2 kelompok, yaitu kelompok sekuler dan kelompok religius. Apa bedanya? Nanti dilanjutkan di postingan terpisah aja ya.
.
Keasikan ngobrol membuat kami harus lari2 mengejar metro terakhir yaitu jam 23.30. Oleh karena guest house saya harus 2x naik kereta jadilah kami ga dapet kereta yang kedua, dan harus naik taksi dari stasiun terdekat. Karena kendala bahasa, meski udah pakai gps ternyata kami tetep aja muter2 dulu, ada rasa curiga si bapak supir sengaja tapi yaudahlah ya. Taksi di sana mahal euy, kami harus bayar 40 lira untuk jarak 12 km, kalau dirupiahkan sekitar 145 ribu. Tapi biarlah, yang penting perut kenyang hati senang, tidur pun pulas sekali malam itu dan siap untuk petulangan di hari berikutnya..

Monday, May 8, 2017

Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 2)

Di pesawat dari Doha ke Istanbul saya sebelahan sama orang Jamaah Tabligh dari Afrika Selatan yang merupakan keturunan India-Prancis, yang menurut saya mukanya lebih ke Arab *nah loh. Dia baru balik dari Umroh sama keluarganya dan mau jalan2 dulu di Turki selama 5 hari sebelum balik ke Afsel. Orang ini sepertinya ustadz atau mungkin ulama, cerita sama beliau sampai 2 jam tentang banyak hal salah satunya tentang kekuatan doa.

Beliau cerita bulan Ramadhan tahun lalu beliau itikaf full di 10 malam terakhir dan berdoa dengan sungguh2 untuk bisa umroh bersama keluarganya, meski dari sisi penghasilan itu hal yang sulit tapi dia percaya Allah Maha Kaya. Beberapa bulan berlalu, entah gimana ceritanya beliau ditelpon dari Pringles Malaysia, menginformasikan beliau menang hadiah jalan-jalan sekeluarga ke Meksiko gratis! Tapi karna untuk ke Meksiko ga ada direct flight langsung, jadi dia harus ke US dulu, sedangkan dia takut kebijakan Trump bakal mempersulit dia dan keluarganya ketika di US nanti. Beliau pun bilang ke Pringles tentang isu ini, dan Pringles memaklumi dan meminta Bapak ini untuk pilih destinasi manapun selain Meksiko. Dengan yakin Beliau pun milih Jeddah untuk umroh gratis sekeluarga. Wow, dari sini saya diingatkan lagi bahwa rizki dari Allah bisa datang dari arah yang tidak disangka-sangka.

Beliau juga biilang, sebagai orang yang sedang dalam keadaan safar, doa kita itu mustajab, makanya nanti ketika di Topkapi dan melihat barang2 peninggalan Nabi Muhammad SAW, jangan cuma melihat dengan mata tapi juga refleksikan dengan hati dan berdoa dengan sungguh-sungguh, insha Allah itu baik. Beliau juga mengingatkan tentang nikmat sehat yang seringkali kita menganggapnya hal yang biasa dan luput untuk bersyukur. Padahal kalau kita lihat almarhum Steve Jobs, sangat jelas terbukti bahwa kekayaan tidak dapat membeli kesehatan. Intinya perbincangan saya saat itu bisa dibilang sangat mencerahkan, banyak yang sudah pernah saya dengar sebelumnya tapi ketika saya dengar lagi dari beliau seperti saya baru pertama kali mendengarnya.

Akhirnya setelah menempuh 4,5 jam di udara, tiba juga saya di Turki! Setelah pamitan sama si Bapak Mahmud yang dari Afsel, saya pun meluncur ke bagian imigrasi dilanjut ke bagasi, dan tentu ke atm untuk ambil uang lira secukupnya. Saya sudah bawa dolar sebenarnya, tapi tentu rate di bandara tinggi, makanya saya cuma butuh 50 lira lah untuk jaga2 sampai esok harinya. Transaksi pertama saya adalah beli Istanbul Kart. Kartu ajaib yang bisa digunakan untuk naik bus, tram, metro subway, ferry, kereta gantung, bahkan masuk toilet bisa pake kartu ini. Setelah ketemu sama si Malik, kami pun lanjut ke tempat kami bermalam.

Pertama kali saya menginjakkan kaki keluar airport saya lebih banyak tersenyum, mennn rasanya my dream comes true! Meski dingin menggigit dan saya cuma pakai kemeja lengan pendek plus sepatu sendal, hati saya hangat ketika pertama kali keluar dari stasiun metro dan berjalan kaki ke rumah yang kami tinggali di Istanbul. Yep, ini adalah foto pertama saya di sini, masjid di sebelah guesthouse kami:


Bicara tentang sepatu sendal, hmmm, karna saya tau saat ini sedang spring di Turki maka saya kira cuacanya sudah tidak lagi dingin. Padahal temen Turki saya sudah nyuruh saya bawa 1 jaket tebal tapi saya dengan sok tau menganggap dirinya lebay, akhirnya saya cuma bawa 2 sweater yang akhirnya saya sendiri yang merasakan akibatnya. Selain itu saya gak pakai sepatu! Membayangkan diri ini mau bergaya ala bule yang dateng ke indonesia yang cuma pake sendal plus kaos oblong, lah tapi lupa kalau Turki ini negara subtropis, kadang saya memang suka konyol. Selama 19 hari saya di Turki, bawaan saya adalah 2 kaos ngegym, 2 kaos tidur, 2 kemeja, 2 sweater, lot of disposable underwear, 2 celana pendek, 2 celana panjang, udah., bahkan saya lupa bawa sleeping bag.

Tempat tinggal saya selama di Istanbul adalah guesthouse bagi tamu-tamu dari NGO yang bergerak di bidang sosial, namanya Care Dernegi. Salah 1 manager di kantor saya punya teman baik di Turki dan akhirnya menghubungi rekannya di NGO tersebut supaya saya bisa tinggal di guesthouse tersebut. Di sana saya ketemu dengan mahasiswa asal Filipian, Ashraf dan Ridwan, 2 mahasiswa Turki, Yigit dan Mahir, dan 1 staff NGO yang tinggal disitu juga, namanya Ahmad. Saya dan Malik lebih banyak cerita2 dengan Ashraf dan Ridwan karna orang2 Turki di sana tidak bisa bahasa Inggris.

Host kami di sini baik banget, kami diajak makan malem bareng2, cerita2 tentang budaya, bahasa, makanan dan banyak hal lainnya. Serunya, Ashraf dan Ridwan ini memang tertarik banget dengan budaya Indonesia, bahkan dalam beberapa hal Ashraf lebih tau tentang Indonesia zaman dulu dibanding saya, karna thesisnya memang tentang penyebaran Islam di Asia Tenggara. Ridwan bahkan tau lagu2nya Raisa sama Afghan, hahaha, menarik. Oiya waktu saya masuk ke kamar mandi di sini, saya liat ada hair dryer, dan ternyata hair dryer di Turki bukan cuma milik kaum hawa tapi kaum Adam pun memakainya, hahaha. Dan ini adalah tempat kami tidur selama di sana. Selama saya dihost di Turki, tempat tidur saya adalah sofa. Tapi sofa-sofa disini bisa multifungsi, sebagai tempat duduk dan tempat tidur, jadi untuk tidur sofa ini tinggal diluruskan saja, praktis dan gak boros ruang.


Malam semakin larut, mata makin ngantuk, dan saya makin tidak sabar untuk memulai petualangan esok harinya...

Sunday, May 7, 2017

Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 1)


You will when you believe.., sejak SMA saya selalu punya keinginan untuk dapat mengunjungi Turki suatu saat nanti. Bahkan saya ingat sejak pertama kali saya punya komputer, wallpaper saya saat itu adalah Blue Mosque, komputer berganti laptop, dan saya masih sering browsing gambar2 ciamik dari masjid-masjid di Turki. Akhirnya, keinginan belasan tahun yang lalu terwujud di tahun 2017 ini, Alhamdulillah..

Perjalanan ke Turki ini sudah saya siapkan lebih dari 1 tahun yang lalu. Waktu itu saya ketinggalan info tentang promo dari Qatar Airways, dan sejak tau bahwa Qatar rutin mengadakan promo di bulan September, saya mulai menabung buat beli tiket. Tibalah bulan September 2016, saya langsung buka situs Qatar dan benar, mereka ada promo! Saya dapat tiket dengan harga 5,4 juta PP dari KL ke Istanbul. Sedangkan tiket ke KL baru saya beli 2 minggu sebelum keberangkatan saya, dapat harga 1,4 juta PP, tapi karna saya punya banyak poin di tiket.com, saya hanya tinggal membayar 600rb. Jadi buat yang ada rencana traveling ke luar negeri, stand by aja tiap bulan September ada banyak promo dari banyak maskapai ke banyak destinasi luar negeri, termasuk Eropa.

Sebelum beli tiket, saya izin dulu sama bos saya untuk ambil cuti langsung 12 hari. Saya masih ingat sekali ekspresi saya saat chat dengan bos saya yang tanpa banyak tanya langsung approve permintaan saya, wohooo!


Setelah dapat approval barulah saya beli tiket dan beberapa minggu setelahnya karna terlalu excited saya sudah mulai buat itinerary. Dari awal saya beli tiket memang niatnya saya mau solo traveling dengan style backpacker dan menggunakan couchsurfing untuk tempat menginap. Mulai Januari, saya aktif di couchsurfing (CS) untuk cari host dan dari 9 kota yang akhirnya saya kunjungi, hanya 1 kota saya menginap di hostel berbayar, sisanya pake CS.

Sekilas tentang couchsurfing, ini adalah platform dimana kita bisa menemukan teman traveler dari seluruh dunia untuk cari tumpangan menginap ketika kita ada di negara mereka. Situs ini gratis, dan kalau kita menginap di anggota CS pun gratis, ga ada bayar apa2, tapi saya bawa souvenir khas Indonesia untuk seluruh host saya di sana, gak wajib sih tapi ya buat bahan cerita aja sekaligus promosi budaya. Terus untungnya buat host apa? Bisa dibilang situs ini hidup dari rasa solidaritas sesama traveler, jadi untungnya buat host ya bisa dapat temen dari berbagai negara, sharing2 cerita tentang negara tersebut, pengalaman traveling, dll. Bahkan banyak host yang gak sungkan menyiapkan makan malam buat tamunya.

Sebelum perjalanan dimulai terjadi beberapa drama, mulai dari hp kantor yang ketinggalan di taksi (lagi) pas h-1 berangkat, akhirnya mengorbankan waktu packing karna harus ke pool taksi dulu di palmerah buat ambil itu hp. Packing baru dimulai jam 00.30 malem dan baru selesai jam 2 pagi, saat mau dicoba itu tas eh baru nyadar ternyata itu tas rusak, talinya putus!! Langsung saat itu juga whatsap beberapa temen buat pinjem tas carrier tapi ga ada yang respon (yaiyalah jam 2 pagi!), tidur pun ga nyenyak saat itu. Paginya bangun dan memutuskan untuk beli tas baru di Cipulir sebelum flight ke KL jam 11.40 dari Cengkareng. Sampe di Cipulir ternyata itu toko cuma ada tas Deuter, yang mana mahal! Mau gak mau ga ada pilihan lain akhirnya beli itu tas *masih ga rela rasanya.

Drama lainnya adalah karna ada restrukturisasi di kantor, jadinya malah kerjaan lagi banyak, yang seharusnya April bisa dibilang low season malah jadi kaya peak season dengan berbagai planning dan strategies untuk tahun depan yang harus dibuat, jadilah justru malah merasa bersalah ambil cuti panjang dan jadi less excited. Di bandara barang pun sempet disita karna masukin parfum di tas kabin, malah baru beli pula itu barang. Setelah urusan imigrasi selesai (dan si petugas imigrasi mengira saya mau kerja disana karna lama banget di Turki), akhirnya tiba juga boarding dan penerbangan ke KL dihabiskan dengan tidur, pulas.


Oiya, perjalanan ke Turki ini akhirnya saya gak sendiri, Malik temen kantor saya ikut juga tapi karna dia cutinya gak lama kaya saya, jadilah kami bareng selama 10 hari sedangkan 9 hari terakhir saya sendiri. Penerbangan kami dari KL ke Doha bareng, tapi dari Doha ke Istanbul saya sendiri karna saya sengaja pilih transit yang lama biar bisa ikut free city tour di Doha. Pertama kalinya naik Qatar, dan puas banget karena emang ini full service airline jadi ya pelayanannya oke, makanannya enak, hiburannya lengkap, mantap lah!

Sampai di Doha tengah malam dan kami langsung cari “quiet room” untuk tidur sambil nunggu pagi. Bandara di Doha pun oke banget, ya gausah bandingin dengan bandara di Indonesia lah ya, intinya mah udah lengkap, ada free wifi, free drinking water, mushola rapi dan bersih, shuttle train, quiet room khusus buat tidur, berbagai tempat belanja juga ada bisa dibilang kaya mall, jadi transit lama pun gak bikin bosan. Nah, buat yang mau ikut free city tour di Doha, pendaftaran dibuka jam 6 pagi tapi udah pada antri dari jam 5.30, karena ada quotanya yaitu 20 orang 1x city tour. Jam 7.15 dibagiin tiket city tour dan mulai keluar bandara, dan bus mulai jalan jam 8.30.



Doha panas cuy! *ya namanya juga jazirah Arab. Deretan gedung tinggi mengingatkan saya sama Hongkong, tapi yang paling berkesan pas dibawa ke pasar tradisionalnya sih, klasik dan bersih. Suhu saat itu 38 drajat C, dan selama kurang lebih 45 menit jalan di pasar kami pun balik ke airport jam 10.45. Siap2 boarding and now i’m so excited,, Turkey i’m coming!